Waktu yang Tepat Untuk Berpisah


Setiap orang pasti ingin jalinan cintanya abadi sampai mati. Tapi gitu deh, kenyataan nggak
selamanya sejalan dengan impian dan realitas nggak selamanya sesuai dengan apa yang kita harapkan. Maunya sih langgeng selamanya, maunya sih doi adalah yang terakhir buat kita, tapi kalau kenyataan bicara lain, kalau ternyata harus putus di tengah jalan, apa boleh buat. Oya, banyak lho yang jadi pemicu berakhirnya sebuah hubungan asmara, yang paling dominan adalah lantaran doi mendua. Yoi, siapa sih yang sudi diduain, dari pada makan hati lebih baik putus, gitu. Lalu apa lagi ya? Oo, mungkin poin-poin berikut adalah jawabnya, kenapa seseorang harus rela berpisah dengan kekasihnya.
 
Ingkar janji
Kalau cuma sekali dua kali sih, mungkin masih bisa ditolerir, tapi kalau sudah berulang kali rasanya sudah nggak layak dimaafkan, tuh. Parahnya lagi doi bukan cuma nggak menepati bahkan lupa sama janjinya sendiri, parah kan? So, kalau frekuensi ingkar janjinya sudah melewati batas normal, sudah diambang batas toleransi, ya lebih baik putuskan saja. Lagi pula itu nggak sehat buat hubungan kalian. Kalau doi sering ingkar janji itu menunjukkan kalau ia nggak serius menjalani hubungan ini. Kalau dia nggak bisa konsekwen sama dirinya sendiri apalagi sama orang lain, ya toh?

Beda prinsip
Ini poin yang paling sensitif, yaitu perbedaan prinsip. Tau dong prinsip yang dimaksud. Yap, apa lagi kalau bukan perbedaan agama atau keyakinan. Dilematis memang, kita dihadapkan pada pilihan sulit. Terus menjalankan hubungan sekalipun dibangun atas dasar perbedaan atau mengakhirinya dengan alasan keyakinan. Mana yang akan kamu pilih, keyakinan yang telah menjadi jalan hidup kamu atau doi yang telah mewarnai hidupmu. Tapi kalau kamu mau berpikir jernih dan sedikit realistis pasti kamu bisa mengambil keputusan yang tepat.

Ortu tak restu
Memang benar hubungan ini kamu yang menjalani dan kamu yang merasakan semuanya, tapi ingat juga hakekat menjalin kasih itu bukan hanya dengan doi seorang, tapi juga dengan orang tua, keluarga bahkan kerabatnya. Lain hal kalau doi itu ternyata Tarzan yang sebatang kara di dunia ini. Lagipula apa enaknya sih kalau ngapel nggak ditegur sama calon mertua, apa enaknya kalau mereka semua nggak respek sama kamu? Menjalin cinta tanpa direstui itu sama halnya dengan mencicipi sayur tanpa kuah! So, kalau kamu sudah kehabisan akal meluluhkan hati keluarganya, kalau ortu tak kunjung merestui, rasanya kamu mesti berpikir ulang tuh.

Terbentur cita-cita
Hidup bukan cuma saat ini, masih ada hari esok juga nanti. Itu makanya kenapa masa depan menjadi begitu penting. Kalau doi harus pergi jauh untuk sekolah atau bekerja, relakan kepergiaannya, relakan kalau hubungan kalian harus putus. Itu artinya cinta yang dikorbankan demi cita-cita. Memang sih dengan kekuatan cinta segalanya bisa diatasi. Tapi jangan lupa, hidup tidak hanya cukup dengan cinta, terlebih kamu tinggal di tengah manusia yang makin konsumtif dan di tengah kehidupan yang kian kompetitif. Lagipula nggak ada yang gratisan di bumi ini kan? So, realistislah jangan jadikan cinta sebagai kuburan cita-cita, ok.

Tidak ada komentar:

Sumber: http://mahameruparabola.blogspot.com