Kecelakaan. Sebuah kata yang amat menakutkan. Siapa pun dia kalau mendengar kata yang satu ini pasti bakal sedih, menangis, ngeri, miris sampai trauma. Ya gimana nggak, kecelakaan seringkali merenggut nyawa manusia dengan cara yang tak kalah konyolnya dengan pembunuhan. Siapa yang salah ketika sebuah kecelakaan terjadi? Bisa jadi manusianya, sopir, pilot bahkan nahkoda yang memegang kendali kendaraan tersebut. Ini yang disebut human error alias kelalaian si manusianya. Entah karena kelelahan, mengantuk atau kecerobohan semata. Ada juga lantaran sistem opersional yang amburadul, perizinan operasi yang dangkal ataupun kondisi kendaraan yang memang tak layak pakai, sudah tua, out off order sampai kerusakan yang belum sempat diperbaiki. Pokoknya banyak faktor penyebab sebuah kecelakaan. Maka nggak heran kalau kecelakaan yang terjadi juga nggak sedikit. Ujung-ujungnya korban yang harus jadi tumbal pun jumlahnya terbilang banyak.
Sebuah kabar duka yang masih hangat dalam ingatan kita adalah tentang kecelakaan pesawat Lion Air di Bandara Adi Sumarno, Solo beberapa waktu lalu yang menewaskan 26 penumpang dan puluhan lainnya luka-luka. Nggak cuma itu dalam hitungan waktu 24 jam saja dua pesawat lainnya juga mengalami hal serupa. Yaitu pesawat Bouraq siang harinya dan pesawat F-16 pagi harinya di Makassar. Sebelumnya kerat api Kamandanu yang menghantam mobil kijang di Tegal Jawa Tengah 11 orang tewas seketika. Lalu tenggelamnya kapal motor diperairan dekat pelabuhan Tual, Maluku Tenggara dengan 6 orang penumpang tewas. Semua itu semakin melengkapi daftar hitam kecelakaan pada saat yang hampir bersamaan. Sempurna, lengkap dan sekaligus menyedihkan.
Belum lagi kecelakan yang terjadi saat arus mudik dan arus balik lebaran tahun ini. Btw, semua rangkaian musibah tadi cuma puncak gunung es dari amburadulnya managemen transportasi baik darat, laut maupun udara di republik ini. Banyaknya kecelakaan yang terjadi juga menunjukkan kalau keselamatan transportasi sudah sangat memprihatinkan. Gimana nggak, fakta yang di dapat dari Indonesian Railway Watch, kecelakaan kereta api saja selama kurun waktu 1990 hingga 2003 telah menewaskan 2.771 orang! Sebuah angka yang tidak sedikit. Itu baru dari kereta, belum kendaran bermotor, pesawat ataupun kapal laut. Kalau ditotal bukan nggak mungkin jumlah korbannya nyaris mendekati separuh dari jumlah penduduk Jakarta saat ini.
Kalau itu yang terjadi, lalu dimana lagi kenyamanan dan keselamatan berkendara bisa didapat? Kalau yang terjadi adalah perang tarif yang nggak sehat, nguber setoran bahkan persaingan antar armada ya, jalan satu-satunya untuk memenuhi semua ambisi tersebut adalah menelantarkan keamanan dan menggadaikan keselamatan penumpang. Kisruh, semrawut dan amburadul adalah wajah tranportasi di negeri ini. Tumpang tindih kebijakan, manipulasi peraturan sampai pungli yang menjamur belum lagi armada yang bobrok jadi potret buram transportasi di negeri berpenduduk 120 juta jiwa ini.
Memang kematian adalah sebuah misteri yang tak seorangpun tau kapan ia harus menghembuskan nafas terakhirnya. Hanya saja haruskah itu terjadi di tengah jalan? Saat ia melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain? Haruskah nafas yang cuma satu-satunya ini berhenti di tengah jalan akibat sebuah kecelakaan? Dan haruskah alat tranportasi itu jadi altar yang mengakhiri episode kehidupan seorang anak manusia? Saatnya kita berbenah, saatnya sistem transportasi diperbaiki sebelum ia menjadi kuburan masal yang menyedihkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar